Minggu, 10 Juni 2012

Hakikat Psikologi Kepribadian


HAKIKAT PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
A.     Pengertian Psikologi Kepribadian
Dengan keterangan-keterangan yang panjang lebar, seperti telah dipaparkan di atas, maka sampailah kita untuk mendapatkan bahan yang memadai untuk dapat merumuskan apa, mengapa dan bagaimana sebenarnya dengan kepribadian itu. Secara kata psikologi kepribadian terdiri dari dua kata yaitu psikologi dan kepribadian, adapun pengertian tentang psikologi telah diuriakan pada bab sebelumnya. Maka dalam bab ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang kepribadian itu sendiri.
Kata kepribadian diambil dari bahasa Inggris "personality " berasal dari bahasa Latin "persona", yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang bermaksud untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang.[1] Dimana hal ini selalu dipakai pada zaman romawi dalam melakukan sandiwara panggung. Lambat laun kata personality oleh para ahli psikologi dipakai untuk menunjukkan atau menggambarkan sesuatu yang nyata dan dapat dipercaya yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima individu dari kelompok atau masyarakat atau untuk menggambarkan bagaimana dan apa sebenarnya individu itu.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sartain dalam bukunya Psychology : Understanding Human Behavior, bahwa istilah personality terutama menunjukkan suatu organisasi / susunan dari pada sifat-sifat dan aspek-asoek tingkah laku lainnya yang saling berhubungan di dalam suatu individu.[2] Sifat-sifat dan aspek-aspek ini bersifat psiko-fisik yang menyebabkan individu berbuat dan bertindak seperti apa yang ia lakukan dan menunjukkan adanya ciri-ciri khas yang membedakan individu itu dengan individu yang lain. Termasuk di dalamnya yaitu sikapnya, kepercayaannya, nilai-nilai dan cita-citanya, pengetahuan dan ketrampilannya, macam-macam cara gerak tubuh dan lain sebagainya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa personality itu merupakan suatu kebulatan, dan kebulatan itu bersifat kompleks, sedangkan itu disebabkan oleh karena banyaknya faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar yang ikut menentukan kepribadian itu. Adapun keterpaduan antara faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar itu menimbulkan gambaran yang unik, artinya tidak ada dua individu yang benar-benar sama / identik antara yang seorang dengan yang lain dalam segala ciri-cirinya.
Maka dari itu untuk memperoleh pemahaman tentang pengertian kepribadian, berikut ini akan dikemukakan beberapa dari berbagai pengertian kepribadian menurut para ahli, sebagai berikut :[3]
1.      Hall dan Lindzey, mengemukakan bahwa secara popular kepribadian dapat diartikan sebagai ketrampilan atau kecakapan sosial (social skill) dan juga kesan yang paling menonjol yang ditampilkan seseorang kepada orang lain.
2.      Woodworth, mengemukakan bahwa kepribadian merupakan kualitas tingkah laku total individu.
3.      Dashiell, mengartikan kepribadian sebagai gambaran total tentang tingkah laku individu yang terorganisasi.
4.      Deztega, Winslead dan Jones, memberikan pengertian tentang kepribadian adalah sebagai sistem yang relatif stabil mengenai karakteristik individu yang bersifat internal yang berkontribusi terhadap pikiran, perasaan dan tingkah laku yang konsisten.
5.      Allport, berpendapat bahwa kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem spiko-fisik yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya.
6.      Hilgard dan Marquis, berpendapat bahwa kepribadian adalah nilai sebagai stimulus sosial, kemampuan menampilkan diri secara mengesankan.
7.      Phares, berpendapat bahwa kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi.
8.      Murray, berpendapat bahwa kepribadian adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh, yang sejak lahir sampai mati tidak bernah berhenti terlibat dalam perubahan kegiatan fungsional.
9.      William Stern, berpendapat bahwa kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individual, unik, usaha mencapai tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri serta kemampuan memperoleh pengalaman.
Meskipun dari beberapa pengertian di atas, kita lihat adanya perbedaan-perbedaan dalam cara mengemukakan/merumuskan tentang kepribadian, namun di dalamnya kita dapat melihat adanya persamaan-persamaan atau persesuaian pendapat satu dengan lainnya. Di antara persamaan-persamaan atau persesuaian ialah (a). Bahwa kepribadian / personality itu dinamis, tidak statis atau tetap saja tanpa perubahan. (b). Bahwa kepribadian menunjukkan tingkah laku yang terintegrasi dan merupakan interaksi antara kesanggupan-kesanggupan bawaan yang ada pada individu dengan lingkungannya. (c). Bahwa kepribadian bersifat psiko-fisik, yang berarti baik faktor jasmaniah maupun rohaniah individu itu bersama-sama memegang peranan dalam kepribadian. (d). Bahwa kepribadian juga bersifat unik, artinya kepribadian seseorang sifatnya khas, mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dari individu yang lain.
Dengan demikian, psikologi kepribadian adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kepribadian (manusia) secara menyeluruh.
B.     Istilah - Istilah Psikologi Kepribadian
Kata kepribadian diambil dari bahasa Inggris "personality " berasal dari bahasa Latin "persona", yang berarti topeng yang biasa dipakai oleh para pemain teater. Mereka bertingkahl laku sesuai dengan ekspresi topeng yang dipakainya, seolah-olah topeng itu mewakili ciri kepribadian tertentu. Jadi konsep awal dari pengertian personality (pada masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditampakkan kepada lingkungan sosial. Ketika personality menjadi istilah ilmiah pengertiannya berkembang menjadi internal, sesuatu yang relatif permanen, menuntun, mengarah dan mengorganisir aktivitas manusia.
Ada beberapa kata atau istilah yang oleh masyarakat diperlakukan sebagai sinonim dari kata personality, namun ketika istilah-istilah itu dipakai di dalam teori kepribadian diberi makna berbeda-beda. Istilah yang berdekatan maknanya antara lain :[4]
1.      Personality (kepribadian) : Penggambaran perilaku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative)
2.      Character (karakter) : Penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara ekspilit maupun implisit.
3.      Disposition (watak) : Karakter yang telah dimiliki dan sampai sekarang belum berubah.
4.      Temperament (temperamen) : Kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologik atau fisiologik, disposisi hereditas.
5.      Traits (sifat) : Respon yang senada (sama) terhadap kelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang (relatif) lama.
6.      Type-Attribute (ciri) : Mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimulasi yang lebih terbatas.
7.      Habit (kebiasaan) : Respons yang sama cenderung berulang untuk stimulus yang sama pula.
Kemudian selain dari kata kepribadian (personality) itu sendiri, ketika sudah bergabung dengan kata psikologi-pun juga terdapat beberapa nama atau istilah yang digunakan oleh para ahli. Ada yang memberinya nama chacterologie atau karakterkunde atau the science of character atau characterologie  atau karakterkunde, ada yang memberi nama typologie ada juga yang memberi nama thepsychology of personality, juga terdapat nama the pisichology of character, selain itu juga ada theory of personalityi dan lain sebagainya. Di dalam bahasa Indonesia istilah-istilah yang banyak digunakan adalah ilmu watak atau ilmu perangai atau karakterologi, teoti kepribadian dan psikologi kepribadian.[5]
C.     Macam-Macam Psikologi Kepribadian
Jikalau orang mengadakan orientasi dalam lapangan psikologi kepribadian ini, maka akan nyata bahwa yang dijumpai bukanlah satu teori saja, bukanlah suatu psikologi kepribadian, melainkan bermacam-macam teori, bermcam-macam psikologi kepribadian. Karena itu untuk mendapatkan ikhtisar, kiranya perlu dicoba untuk mengemukakan penggolongan-penggolongan psikologi kepribadian yang telah ada dewasa ini. Ada bermcam-macam kategori yang dapat dipergunakan untuk penggolongan tersebut. Antara lain dapat dikemukakan seperti yang tersebut di bawah ini :[6]
  1. Berdasarkan metode yang dipergunakan dalam menyusun sesuatu teori dalam psikologi kepribadian itu, hal ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu ;
a.       Teori-teori yang disusun atas dasar pemikiran spekulatif, seperti misalnya teori-teori Plato, Kant, Aliran-aliran dari Neokantianisme, J. Bahnsen, Queyrat, Malapert dan lain sebagainya, yaitu teori-teori yang disusun terutama oleh para ahli filsafat.
b.      Teori-teori yang disusun atas dasar data-data dari hasil penyelidikan empiris atau eksperimental, seperti teori-teori Heymans, Sigmund Freud, Carl Gustav Jung, Alfred Adler, H.J. Eysenk, Rogers dan lain sebagainya.
  1. Berdasarkan komponen kepribadian yang dipergunakan dalam menyusun sesuatu teori dalam psikologi kepribadian itu, hal ini dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu ;
a.       Teori-teori kontitusional, seperti teori-teori madzhab Italia, madzhab Perancis, Kretschmer, William H. Sheldon dan lain-lain.
b.      Teori-teori temperamen, seperti teori-teori Kant, Meumann, Heymans dan lain-lain.
c.       Teori-teori ketidaksadaran, seperti teori-teori Sigmund Freud, Carl Gustav Jung, Alfred Adler dan pengikut-pengikut mereka.
d.      Teori-teori faktor/masyarakat, seperti teori-teori H.J. Eysenck, Raymon Cattell dan lain-lain.
e.       Teori-teori kebudayaan, seperti teori-teori Riesman, Edward Spranger, W. dan E. Yaensch dan lain-lain.
  1. Berdasarkan pendekatan (approach) yang dipergunakan dalam menyusun sesuatu teori dalam psikologi kepribadian itu, hal ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu ;
a.       Teori-teori yang mempunyai cara pendekatan tipologis (typological approach), seperti halnya teori-teori Plato, Hipocrates-Galenus, Heymans, Ewald dan lain sebagainya.
b.      Teori-teori yang mempunyai cara pendekatan pensifatan (traits approach), seperti halnya teori-teori Klages, Allport, Rogers, Sigmund Freud, Carl Gustav Jung, Gardner Murphy dan lain sebagainya.
Dengan tidak melupakan kemungkinan adanya overlapping dan ketidakjelasan kiranya untuk kepentingan tehnik pembicaraan, klasifikasi atau penggolongan yang terakhir tersebut sangatlah penting. Kalau ditinjau dari segi historis, menurut sejarah perkembangannya, kedua cara pendekatan itu bermula pada zaman Yunani Purba. Cara pendekatan tipologi dapat disaksikan bermula pada Plato, tetapi garisnya yang jelas terlihat mulai pada Hipocrates-galenus lewat madzhab Italia, madzhab Perancis, Kretschmer, sampai pada Sheldon dan ahli-ahli psikologi kepribadian kontitusional yang lain. Dan disamping itu terdapat pula garis lewat Immanuel Kant, ahli-ahli dari golongan Neo-kantianisme, Mumann, Bahnsen, Heymans, Edward dan ahli-ahli di Eropa daratan lainnya. Pada waktu selanjutnya teori-teori yang memakai cara pendekatan tipologis ini agak surut perkembangannya.
Adapun cara pendekatan pesifatan dapat disaksikan bermula pada salah seorang murid Aristoteles, yaitu Theoprastus. Setelah dia, teori yang memakai cara pendekatan ini lalu surut dan baru kemudian dapat diketemukan lanjutannya pada La Bruyere yang bukunya Les Caractere (1967) membuat pencadraan seperti yang dilakukan oleh Theoprastus, bahkan ia menerjemahkan karya Theoprastus. Di samping Theoprastus terdapat ahli-ahli seperti misalnya Aldington, yang dalam bukunya berjudul Book of Characters, yang mengumpulkan kurang lebih 500 macam pencandraan kepribadian hasil karya penulis-penulis Perancis dan Inggris sejak Theoprastus sampai abad XVIII. Juga Gay dengan karyanya Miniature Picture, menempuh cara pendekatan pensifatan itu. Dewasa ini cara pendekatan pensifatan itu lebih banyak diikuti oleh para ahli terutama ahli-ahli di daerah Anglo-Saksis.
Ahli-ahli yang menempuh pendekatan yang berbeda itu sebenarnya berangkat dari titik yang sama tetapi memakai tehnik-tehnik yang berbeda. Mereka berangkat dari pandangan bahwa kepribadian manusia itu variasinya boleh dikata tak terhingga banyaknya, sebanyak orangnya, tetapi untuk memahami manusia-manusia yang bermacam-macam itu dibutuhkan tehnik tertentu.
Para ahli yang berpangkal pada cara pendekatan tipologis beranggapan bahwa variasi kepribadian manusia itu tiada terhingga banyaknya. Namun variasi yang banyak itu hanya beralas kepada sejumlah kecil komponen-komponen dasar, dan dengan menemukan komponen dasar itu dapat dipahami orangnya. Berdasarkan atas dominasi komponen-komponen dasar itulah dilakukan penggolongan manusia ke dalam tipe-tipe tertentu.
Para ahli yang memakai cara pendekatan pensifatan menganggap bahwa cara pendekatan tipologis itu kurang tepat, sebab dengan menggolong-golongkan manusia ke dalam tipe-tipe itu berarti mengabaikan sifat-sifat khas (individual) yang justru penting dalam psikologi kepribadian. Karena itu ahli yang menempuh cara pendekatan ini berusaha memahami dan menggambarkan individu sebagaimana adanya. Pada garis besarnya mereka membahas kepribadian itu dalam rangka struktur, dinamika serta perkembangan kepribadian.
D.    Latar Belakang Sejarah Psikologi Kepribadian
Psikologi diakui sebagai ilmu yang berdiri sendiri pada tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium psikologi di Leipzig, Jerman. Laboratorium ini merupakan laboratorium psikologi yang pertama di dunia. Setelah itu psikologi mengalami perkembangan yang pesat, yang ditandai dengan lahirnya bermacam-macam aliran dan cabang.
Psikologi kepribadian, sama halnya dengan cabang-cabang lainnya dari psikologi, memberikan sumbangan yang berharga bagi pemahaman tentang manusia melalui kerangka kerja psikologi secara ilmiah. Yang membedakan psikologi kepribadian dengan cabang-cabang lainnya adalah usahanya untum mensintesiskan dan mengintegrasikan prionsip-prinsip yang terdapat dalam bidang-bidang psikologi lain tersebut. Dalam bidang psikologi tidak ada satu bidangpun yang memiliki daerah yang demikian luas seperti psikologi kepribadian.[7]
Usaha-usaha untuk menyusun teori dalam Psikologi kepribadian ini seperti telah diuraikan di muka telah sejak lama dilakukan orang. Hasil dari usah-usaha tersebut ada yang dinilai ilmiahnya masih jauh dari memadai, dan karenanya dapat disebut dengan usaha-usaha yang masih bersifat prailmiah, dan ada yang dinilai ilmiahnya sudah memadai, dan karenanya dapat disebut dengan usaha-usaha yang masih bersifat ilmiah.[8]
  1. Usaha-usaha yang masih bersifat prailmiah.
Di antara yang termasuk dalam usaha-usaha yang masih dianggap bersifat prailmiah adalah sebagai berikut ;
a.       Chirologi
Chirologi sering disebut juga dengan ilmu gurat-gurat tangan (Jawa ; rajah). Dasar pikiran dari pada pengetahuan ini adalah kenyataan bahwa gurat-gurat tangan orang itu tidak ada yang sama satu sama yang lain, macamnya  adalah sebanyak orangnya. Ini pula-lah yang menjadi dasar pikiran Daktiloskopi (ilmu sidik jari).
Jika sekiranya orang dapat mengenal perbedan-perbedaan serta sifat-sifat khusus gurat-gurat tangan tersebut, maka ia akan mengenal perbedaan-perbedaan serta sifat-sifat khas orangnya. Akan tetapi usaha yang biasa dilakukan oleh orang-orang tidaklah sejauh itu, orang-orang itu hanya memperhatikan tentang beberapa gurat (garis) saja.
b.      Astrologi
Astrologi juga disebut dengan ilmu perbintangan. Dasar pikiran dari pada pengetahuan ini adalah adanya pengaruh kosmis terhadap manusia. Pada waktu seseorang dilahirkan, dia ada dalam posisi tertentu terhadap benda-benda angkasa, jika sekiranya kita dapat mengenal perbedaan-perbedaan mengenai soal ini ia juga akan dapat mengenal perbedaan-perbedaan serta sifat-sifat khas orangnya, tetapi biasanya usaha yang dilakukan tidak sejauh itu, dan orang-orang lebih kemudian secara tradisional meniru saja yang dikatakan oleh orang sebelumnya, padahal realibilitas dan validitas prinsip-prinsip yang telah ada belum diuji.
c.       Grafologi
Grafologi disebut juga dengan ilmu tentang tulisan tangan. Sejarah tentang pengetahuan ini ada kesatuan pendapat di antara para ahli. Pada umumnya orang berpendapat bahwa pengetahuan ini adalah hasil dari pada abad XIX, namun ada juga bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum itu telah ada orang yang memperhatikannya, misalnya Cammilo Baldo (1622) dari Italia.
Hasil karangan/tulisan dalam lapangan ini yang besar berasal dari abad XIX ialah Systeme de Graphologie karya Abbe Michon, yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Crepiaux Jamin dalam A B C de la Graphologie. Kini karangan-karangan dalam kajian ini telah banyak, di antaranya yang dapat dipandang sebagai karya terbaik adalah Handschrift und Character karya L. Klages.
Yang menjadi dasar pikiran dari grafologi ini adalah segala gerakan yang dilakukan oleh manusia merupakan ekspresi dari pada kehidupan jiwanya, jadi juga termasuk dalam hal ini yaitu gerakan menulis, yaitu merupakan bentuk ekspresi kehidupan jiwa.  Kalau sekiranya orang dapat mengetahui keadaan khusus tulisan seseorang dengan baik, berarti dia juga dapat mengenal keadaan khusus kepribadian penulisnya.
d.      Phisiognomi
Phisiognomi atau ilmu tentang wajah berusaha memahami kepribadian atas dasar keadaan wajahnya. Dasar pikiran untuk mengusahakan pengetahuan ini adalah keyakinan bahwa ada hubungan antara keadaan wajah dan kepribadian. Hal-hal yang tampak pada wajah dapat dipergunakan untuk membuat interpretasi mengenai apa yang terkandung dalam jiwa.
Orang yang secara luas mengusahakan tentang pengetahuan ini dan berhasil mempergunakannya secara baik adalah Johann Casper Lavater (1741-1801), seorang pendeta di Zurich. Ia arsipkan dalam sebuah buku yang berjudul Physiognomische Fragmente zur Bevorderung der Menchenkenntmiss und Menschenliebe. Dalam buku tersebut menerangkan antara lain :
1).    Keadaan dahi dan kening adalah petunjuk untuk mengerti kecerdasan seseorang.
2).    Hidung dan pipi adalah bagian yang dapat memberikan tanda mengenai halus atau kasarnya perasaan seseorang.
3).    Mulut dan dagu dapat memberikan petunjuk tentang nafsu makan, nafsu minum dan sebagainya
4).    Mata adalah bagian yang mencerminkan seluruh kehidupan jiwa dan sebagainya.
Sewaktu masa hidupnya Lavater sebagai seorang pendeta yang banyak bergaul dengan bermacam-macam kepribadian orang, dan memang cakap mempergunakan pedoman-pedoman itu secara baik, akan tetapi suksesnya disinyalir bukan hanya karena kelihaiannya dalam mengunakan pedoman tersebut, melainkan karena ketajaman intuisinya.
e.       Phrenologi
Phrenologi yang disebut dengan ilmu tentang tengkorak. Pengetahuan ini bermaksud memahami kepribadian atas dasar keadaan tengkorak seseorang. Usaha ini telah dipersiapkan oleh lavater dan mencapai bentuknya pada Franz Joseph Gall (1758-1828), seorang dokter bangsa Jerman yang bersama-sama dengan G. Spurzheim (1776-1823) mengarang buku mengenai anatomi dan fisiologi otak, yang merupakan karya penting pada zamannya.
Dasar pemikiran dalam ajaran mereka itu ialah bahwa tiap-tiap fungsi atau kecakapan masing-masing adalah pusatnya dalam otak. Artinya jikalau salah satu atau lebih dari kecakapan itu keadannya luar biasa, maka pusatnya di otak tersebut juga luar biasa besarnya. Akibatnya bentuk tengkorak terubah oleh pusat yang membesar tersebut, sehingga ada tonjolan-tonjolannya. Dengan mengukur secara teliti tonjolan-tonjolan tersebut akan dapat ditarik kesimpulan tentang kecakapan-kecakapan atau sifat-sifat seseorang. Kemudian phrenologi ini dikembangkan oleh Broccca.
f.       Onychologi
Onychologi disebut dengan ilmu tentang kuku. Dalam pengetahuan onychologi ini berusaha memahami kepribadian seseorang berdasarkan keadaan kuku-kukunya. Menurut pengetahuan ini kuku yang berada di ujung jari itu mempunyai hubungan yang erat dengan susunan saraf, dengan cabang-cabangnya yang terlalu halus berujung di pucuk-pucuk jari. Yaitu warna serta bentuk kuku dapat dipakai sebagai landasan untuk mengenal kepribadian orangnya. Kemudian pengetahuan ini dikembangkan oleh sekelompok ahli di Perancis yang dipelopori oleh Henry Bouquet, Cartan Piere Giram dan Henry Mangin.
  1. Usaha-usaha yang lebih mendekati pada sifat ilmiah.
Penjelasan tentang uraian di atas, bahwa dalam usaha-usaha yang satu dengan usaha-usaha lainnya memberikan kesan seakan-akan terlepas, maka dalam usaha-usaha pembahasan ini nanti terdapat garis kesinambungan yang nyata mengenai kontinuitas akan usaha-usaha tersebut.
a.       Ajaran tentang Cairan Badaniah
Ajaran tentang cairan badaniah ini, yang kemudian menjadi sangat terkenal dan sangat besar pengaruhnya terhadap ahli-ahli yang hadir setelahnya. Ajaran ini dirumuskan oleh Hippocrates dan selanjutnya disempurnakan oleh Galenus.
1).    Pendapat Hippocrates
Hippocrates (460-370 SM) adalah dikenal sebagai bapak ilmu kedokteran, karena itu tidak mengherankan kalau ia membahas kepribadian manusia dari titik tolak kontitusional, yang terpengaruh oleh kosmologi empedukles, yang menganggap bahwa alam semesta beserta isinya tersusun dari empat inti dasar, yaitu tanah, air, udara dan api. Dengan sifat-sifat yang didukungnya ialah kering, basah, dingin dan panas, maka Hippocrates berpendapat bahwa dalam diri seseorang terdapat empat macam sifat yang didukung oleh keadaan konstitusional yang berupa cairan-cairan yang ada dalam tubuh orang itu, yaitu
a).    Sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning)
b).    Sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam)
c).    Sifat dingin terdapat dalam phlegma (lendir)
d).   Sifat panas terdapat dalam sanguis (darah)
Keempat cairan tersebut ada dalam tubuh dan dalam proporsi tertentu. Apabila cairan-cairan tersebut adanya dalam tubuh dan dalam proporsi selaras (normal) orangnya normal / sehat, sebaliknya apabila keselarasan proporsi tersebut terganggu maka orangnya menyimpang dari keadaan normal / sakit.
2).    Pendapat Galenus
Galenus (129-199 SM) menyempurnakan ajaran Hippocrates tersebut dan membeda-bedakan kepribadian manusia atas dasar keadaan proporsi campuran cairan-cairan tersebut. Galenus sependapat dengan Hippocrates, bahwa di dalam tubuh manusia terdapat empat macam cairan, yaitu a). chole, b). melanchole, c). phlegma, d). sanguis. Cairan-cairan tersebut adanya dalam tubuh manusia secara teori dalam proporsi tertentu. Kalau suatu cairan adanya dalam tubuh itu melebihi proporsi yang seharusnya (jadi dominan) maka akan mengkibatkan adanya sifat-sifat kejiwaan yang kahs. Sifat-sifat kejiwaan yang khas ada pada seseorang sebagai akibat dari pada dominannya salah satu cairan badaniah itu oleh Galenus disebutnya dengan temperament. Jadi dengan dasar pikiran yang telah dikemukakan itu sampailah Galenus kepada penggolongan manusia menjadi empat tipe temperament, berdasar pada dominasi salah satu cairan badaniahnya.
b.      Pengaruh ajaran Hippocrates dan Galenus
Ajaran Hippocrates yang kemudian disempurnakan oleh Galenus itu tahan uji sampai berabad-abad, pendapat ini diikuti oleh para ahli dalam kurun waktu yang sangat lama sekali walau ada dengan variasi yang berbeda-beda. Bahkan sampai dewasa ini pengaruh itu masih sangat terasa.
Lama-kelamaan latar belakang kefilsafatnnya yaitu adanya kesatuan dalam seluruh kosmos, ditinggalkan dan sebagai akibatnya terdapat adanya dua garis perkembangannya, yaitu ;
1).    Yang menekankan pentingnya kejasmanian, yaitu teori-teori konstitusional
2).    Yang menekankan pentingnya segi kejiwaan, yaitu teori-teori temperament


[1] Agus Sujanto, et. al., Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), 10
[2] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Badung: PT. Remaja Rosda Karya, 1996), 154
[3] Syamsu Yusuf dan Ahmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian. (Badung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), 3 – 4., Bandingkan dengan Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 166 – 167.,  Bandingkan dengan Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UUM Press, 2007), 9
[4] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UUM Press, 2007), 8
[5] Sumadi Suryabrata. Psikologi Kepribadian. (Jakarta : PT. Raja Grafindo. 2003), 1
[6] Ibid., 3 - 4
[7] Koeswara E., Teori-Teori Kepribadian, (Bandung: Eresco, 1991), 4
[8] Sumadi Suryabrata. Psikologi Kepribadian. (Jakarta : PT. Raja Grafindo. 2003), 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar