HAKIKAT PSIKOLOGI
KEPRIBADIAN
A. Pengertian
Psikologi Kepribadian
Dengan keterangan-keterangan yang
panjang lebar, seperti telah dipaparkan di atas, maka sampailah kita untuk
mendapatkan bahan yang memadai untuk dapat merumuskan apa, mengapa dan bagaimana
sebenarnya dengan kepribadian itu. Secara kata psikologi kepribadian terdiri
dari dua kata yaitu psikologi dan kepribadian, adapun pengertian tentang
psikologi telah diuriakan pada bab sebelumnya. Maka dalam bab ini akan
dijelaskan lebih lanjut tentang kepribadian itu sendiri.
Kata kepribadian diambil dari bahasa
Inggris "personality " berasal dari bahasa Latin "persona",
yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh
pemain-pemain panggung, yang bermaksud untuk menggambarkan perilaku, watak atau
pribadi seseorang.[1] Dimana
hal ini selalu dipakai pada zaman romawi dalam melakukan sandiwara panggung.
Lambat laun kata personality oleh para ahli psikologi dipakai untuk
menunjukkan atau menggambarkan sesuatu yang nyata dan dapat dipercaya yang
mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima individu dari kelompok atau
masyarakat atau untuk menggambarkan bagaimana dan apa sebenarnya individu itu.
Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Sartain dalam bukunya Psychology : Understanding Human
Behavior, bahwa istilah personality terutama menunjukkan suatu
organisasi / susunan dari pada sifat-sifat dan aspek-asoek tingkah laku lainnya
yang saling berhubungan di dalam suatu individu.[2]
Sifat-sifat dan aspek-aspek ini bersifat psiko-fisik yang menyebabkan individu
berbuat dan bertindak seperti apa yang ia lakukan dan menunjukkan adanya
ciri-ciri khas yang membedakan individu itu dengan individu yang lain. Termasuk
di dalamnya yaitu sikapnya, kepercayaannya, nilai-nilai dan cita-citanya,
pengetahuan dan ketrampilannya, macam-macam cara gerak tubuh dan lain
sebagainya.
Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa personality itu merupakan suatu kebulatan, dan kebulatan itu
bersifat kompleks, sedangkan itu disebabkan oleh karena banyaknya faktor-faktor
dalam dan faktor-faktor luar yang ikut menentukan kepribadian itu. Adapun
keterpaduan antara faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar itu menimbulkan
gambaran yang unik, artinya tidak ada dua individu yang benar-benar sama / identik
antara yang seorang dengan yang lain dalam segala ciri-cirinya.
Maka dari itu untuk memperoleh
pemahaman tentang pengertian kepribadian, berikut ini akan dikemukakan beberapa
dari berbagai pengertian kepribadian menurut para ahli, sebagai berikut :[3]
1.
Hall dan Lindzey, mengemukakan bahwa secara popular
kepribadian dapat diartikan sebagai ketrampilan atau kecakapan sosial (social
skill) dan juga kesan yang paling menonjol yang ditampilkan seseorang
kepada orang lain.
2.
Woodworth, mengemukakan bahwa kepribadian merupakan kualitas
tingkah laku total individu.
3.
Dashiell, mengartikan kepribadian sebagai gambaran
total tentang tingkah laku individu yang terorganisasi.
4.
Deztega, Winslead dan Jones, memberikan pengertian
tentang kepribadian adalah sebagai sistem yang relatif stabil mengenai
karakteristik individu yang bersifat internal yang berkontribusi terhadap
pikiran, perasaan dan tingkah laku yang konsisten.
5.
Allport, berpendapat bahwa kepribadian merupakan
organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem spiko-fisik yang
menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya.
6.
Hilgard dan Marquis, berpendapat bahwa kepribadian
adalah nilai sebagai stimulus sosial, kemampuan menampilkan diri secara
mengesankan.
7.
Phares, berpendapat bahwa kepribadian adalah pola khas
dari fikiran, perasaan dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan yang
lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi.
8.
Murray, berpendapat bahwa kepribadian
adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh, yang sejak lahir sampai mati
tidak bernah berhenti terlibat dalam perubahan kegiatan fungsional.
9.
William Stern, berpendapat bahwa kepribadian adalah
kehidupan seseorang secara keseluruhan, individual, unik, usaha mencapai
tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri serta kemampuan memperoleh pengalaman.
Meskipun dari beberapa pengertian di
atas, kita lihat adanya perbedaan-perbedaan dalam cara mengemukakan/merumuskan
tentang kepribadian, namun di dalamnya kita dapat melihat adanya
persamaan-persamaan atau persesuaian pendapat satu dengan lainnya. Di antara
persamaan-persamaan atau persesuaian ialah (a). Bahwa kepribadian / personality
itu dinamis, tidak statis atau tetap saja tanpa perubahan. (b). Bahwa
kepribadian menunjukkan tingkah laku yang terintegrasi dan merupakan interaksi
antara kesanggupan-kesanggupan bawaan yang ada pada individu dengan
lingkungannya. (c). Bahwa kepribadian bersifat psiko-fisik, yang berarti baik
faktor jasmaniah maupun rohaniah individu itu bersama-sama memegang peranan
dalam kepribadian. (d). Bahwa kepribadian juga bersifat unik, artinya
kepribadian seseorang sifatnya khas, mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dari individu yang lain.
Dengan demikian, psikologi kepribadian adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang kepribadian (manusia) secara menyeluruh.
B. Istilah -
Istilah Psikologi Kepribadian
Kata kepribadian diambil
dari bahasa Inggris "personality " berasal dari bahasa Latin
"persona", yang berarti topeng yang biasa dipakai oleh para
pemain teater. Mereka bertingkahl laku sesuai dengan
ekspresi topeng yang dipakainya, seolah-olah topeng itu mewakili ciri
kepribadian tertentu. Jadi konsep awal dari pengertian personality (pada
masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditampakkan kepada lingkungan sosial.
Ketika personality menjadi istilah ilmiah pengertiannya berkembang
menjadi internal, sesuatu yang relatif permanen, menuntun, mengarah dan
mengorganisir aktivitas manusia.
Ada beberapa kata atau istilah yang oleh masyarakat
diperlakukan sebagai sinonim dari kata personality, namun ketika
istilah-istilah itu dipakai di dalam teori kepribadian diberi makna
berbeda-beda. Istilah yang berdekatan maknanya antara lain :[4]
1.
Personality (kepribadian) : Penggambaran
perilaku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative)
2.
Character (karakter) : Penggambaran
tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara
ekspilit maupun implisit.
3.
Disposition (watak) : Karakter yang
telah dimiliki dan sampai sekarang belum berubah.
4.
Temperament (temperamen) : Kepribadian
yang berkaitan erat dengan determinan biologik atau fisiologik, disposisi
hereditas.
5.
Traits (sifat) : Respon yang
senada (sama) terhadap kelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun
waktu yang (relatif) lama.
6.
Type-Attribute (ciri) : Mirip dengan
sifat, namun dalam kelompok stimulasi yang lebih terbatas.
7.
Habit (kebiasaan) : Respons yang
sama cenderung berulang untuk stimulus yang sama pula.
Kemudian selain dari kata kepribadian (personality) itu sendiri, ketika sudah bergabung dengan kata
psikologi-pun juga terdapat beberapa nama atau istilah yang digunakan oleh para
ahli. Ada yang memberinya nama chacterologie
atau karakterkunde atau the science of character atau characterologie
atau karakterkunde, ada yang
memberi nama typologie ada juga yang memberi nama thepsychology of personality,
juga terdapat nama the pisichology of character, selain itu juga ada theory
of personalityi dan lain sebagainya. Di dalam bahasa Indonesia
istilah-istilah yang banyak digunakan adalah ilmu watak atau ilmu perangai atau
karakterologi, teoti kepribadian dan psikologi kepribadian.[5]
C. Macam-Macam
Psikologi Kepribadian
Jikalau orang mengadakan orientasi
dalam lapangan psikologi kepribadian ini, maka akan nyata bahwa yang dijumpai
bukanlah satu teori saja, bukanlah suatu psikologi kepribadian, melainkan bermacam-macam
teori, bermcam-macam psikologi kepribadian. Karena itu untuk mendapatkan
ikhtisar, kiranya perlu dicoba untuk mengemukakan penggolongan-penggolongan
psikologi kepribadian yang telah ada dewasa ini. Ada bermcam-macam kategori yang dapat
dipergunakan untuk penggolongan tersebut. Antara lain dapat dikemukakan seperti
yang tersebut di bawah ini :[6]
- Berdasarkan metode yang dipergunakan dalam menyusun sesuatu teori dalam psikologi kepribadian itu, hal ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu ;
a.
Teori-teori yang disusun atas dasar pemikiran
spekulatif, seperti misalnya teori-teori Plato, Kant, Aliran-aliran dari
Neokantianisme, J. Bahnsen, Queyrat, Malapert dan lain sebagainya, yaitu
teori-teori yang disusun terutama oleh para ahli filsafat.
b.
Teori-teori yang disusun atas dasar data-data dari
hasil penyelidikan empiris atau eksperimental, seperti teori-teori Heymans, Sigmund
Freud, Carl Gustav Jung, Alfred Adler, H.J. Eysenk, Rogers dan lain sebagainya.
- Berdasarkan komponen kepribadian yang dipergunakan dalam menyusun sesuatu teori dalam psikologi kepribadian itu, hal ini dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu ;
a.
Teori-teori kontitusional, seperti teori-teori madzhab
Italia, madzhab Perancis, Kretschmer, William H. Sheldon
dan lain-lain.
b.
Teori-teori temperamen, seperti teori-teori Kant,
Meumann, Heymans dan lain-lain.
c.
Teori-teori ketidaksadaran, seperti teori-teori
Sigmund Freud, Carl Gustav Jung, Alfred Adler dan pengikut-pengikut mereka.
d.
Teori-teori faktor/masyarakat, seperti teori-teori H.J. Eysenck, Raymon Cattell dan lain-lain.
e.
Teori-teori kebudayaan, seperti teori-teori Riesman,
Edward Spranger, W. dan E. Yaensch dan
lain-lain.
- Berdasarkan pendekatan (approach) yang dipergunakan dalam menyusun sesuatu teori dalam psikologi kepribadian itu, hal ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu ;
a.
Teori-teori yang mempunyai cara pendekatan tipologis (typological
approach), seperti halnya teori-teori Plato, Hipocrates-Galenus, Heymans,
Ewald dan lain sebagainya.
b.
Teori-teori yang mempunyai cara pendekatan pensifatan
(traits approach), seperti halnya teori-teori Klages, Allport, Rogers,
Sigmund Freud, Carl Gustav Jung, Gardner Murphy dan lain sebagainya.
Dengan tidak
melupakan kemungkinan adanya overlapping dan ketidakjelasan kiranya
untuk kepentingan tehnik pembicaraan, klasifikasi atau penggolongan yang
terakhir tersebut sangatlah penting. Kalau ditinjau dari segi historis, menurut
sejarah perkembangannya, kedua cara pendekatan itu bermula pada zaman Yunani
Purba. Cara pendekatan tipologi dapat disaksikan bermula pada Plato, tetapi
garisnya yang jelas terlihat mulai pada Hipocrates-galenus lewat madzhab
Italia, madzhab Perancis, Kretschmer, sampai pada Sheldon dan ahli-ahli
psikologi kepribadian kontitusional yang lain. Dan disamping itu terdapat pula
garis lewat Immanuel Kant, ahli-ahli dari golongan Neo-kantianisme, Mumann,
Bahnsen, Heymans, Edward dan ahli-ahli di Eropa daratan lainnya. Pada waktu
selanjutnya teori-teori yang memakai cara pendekatan tipologis ini agak surut
perkembangannya.
Adapun cara pendekatan pesifatan
dapat disaksikan bermula pada salah seorang murid Aristoteles, yaitu
Theoprastus. Setelah dia, teori yang memakai cara pendekatan ini lalu surut dan
baru kemudian dapat diketemukan lanjutannya pada La Bruyere yang bukunya Les
Caractere (1967) membuat pencadraan seperti yang dilakukan oleh
Theoprastus, bahkan ia menerjemahkan karya Theoprastus. Di samping Theoprastus
terdapat ahli-ahli seperti misalnya Aldington, yang dalam bukunya berjudul Book
of Characters, yang mengumpulkan kurang lebih 500 macam pencandraan
kepribadian hasil karya penulis-penulis Perancis dan Inggris sejak Theoprastus
sampai abad XVIII. Juga Gay dengan karyanya Miniature Picture, menempuh
cara pendekatan pensifatan itu. Dewasa ini cara pendekatan pensifatan itu lebih
banyak diikuti oleh para ahli terutama ahli-ahli di daerah Anglo-Saksis.
Ahli-ahli yang menempuh pendekatan
yang berbeda itu sebenarnya berangkat dari titik yang sama tetapi memakai
tehnik-tehnik yang berbeda. Mereka berangkat dari pandangan bahwa kepribadian manusia
itu variasinya boleh dikata tak terhingga banyaknya, sebanyak orangnya, tetapi
untuk memahami manusia-manusia yang bermacam-macam itu dibutuhkan tehnik
tertentu.
Para ahli yang berpangkal pada cara
pendekatan tipologis beranggapan bahwa variasi kepribadian manusia itu tiada
terhingga banyaknya. Namun variasi yang banyak itu hanya beralas kepada
sejumlah kecil komponen-komponen dasar, dan dengan menemukan komponen dasar itu
dapat dipahami orangnya. Berdasarkan atas dominasi komponen-komponen dasar itulah
dilakukan penggolongan manusia ke dalam tipe-tipe tertentu.
Para ahli yang memakai cara pendekatan
pensifatan menganggap bahwa cara pendekatan tipologis itu kurang tepat, sebab
dengan menggolong-golongkan manusia ke dalam tipe-tipe itu berarti mengabaikan
sifat-sifat khas (individual) yang justru penting dalam psikologi kepribadian.
Karena itu ahli yang menempuh cara pendekatan ini berusaha memahami dan
menggambarkan individu sebagaimana adanya. Pada garis besarnya mereka membahas
kepribadian itu dalam rangka struktur, dinamika serta perkembangan kepribadian.
D. Latar
Belakang Sejarah Psikologi Kepribadian
Psikologi diakui sebagai ilmu yang berdiri sendiri
pada tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium psikologi di Leipzig, Jerman. Laboratorium
ini merupakan laboratorium psikologi yang pertama di dunia. Setelah itu
psikologi mengalami perkembangan yang pesat, yang ditandai dengan lahirnya
bermacam-macam aliran dan cabang.
Psikologi kepribadian, sama halnya dengan
cabang-cabang lainnya dari psikologi, memberikan sumbangan yang berharga bagi
pemahaman tentang manusia melalui kerangka kerja psikologi secara ilmiah. Yang membedakan
psikologi kepribadian dengan cabang-cabang lainnya adalah usahanya untum
mensintesiskan dan mengintegrasikan prionsip-prinsip yang terdapat dalam
bidang-bidang psikologi lain tersebut. Dalam bidang psikologi tidak ada satu
bidangpun yang memiliki daerah yang demikian luas seperti psikologi kepribadian.[7]
Usaha-usaha untuk menyusun teori
dalam Psikologi kepribadian ini seperti telah diuraikan di muka telah sejak
lama dilakukan orang. Hasil dari usah-usaha tersebut ada yang dinilai ilmiahnya
masih jauh dari memadai, dan karenanya dapat disebut dengan usaha-usaha yang
masih bersifat prailmiah, dan ada yang dinilai ilmiahnya sudah memadai,
dan karenanya dapat disebut dengan usaha-usaha yang masih bersifat ilmiah.[8]
- Usaha-usaha yang masih bersifat prailmiah.
Di antara yang termasuk dalam
usaha-usaha yang masih dianggap bersifat prailmiah adalah sebagai berikut ;
a.
Chirologi
Chirologi sering disebut juga dengan
ilmu gurat-gurat tangan (Jawa ; rajah). Dasar pikiran dari pada pengetahuan ini
adalah kenyataan bahwa gurat-gurat tangan orang itu tidak ada yang sama satu
sama yang lain, macamnya adalah sebanyak
orangnya. Ini pula-lah yang menjadi dasar pikiran Daktiloskopi (ilmu sidik
jari).
Jika sekiranya orang dapat mengenal
perbedan-perbedaan serta sifat-sifat khusus gurat-gurat tangan tersebut, maka
ia akan mengenal perbedaan-perbedaan serta sifat-sifat khas orangnya. Akan
tetapi usaha yang biasa dilakukan oleh orang-orang tidaklah sejauh itu, orang-orang
itu hanya memperhatikan tentang beberapa gurat (garis) saja.
b.
Astrologi
Astrologi juga disebut dengan ilmu
perbintangan. Dasar pikiran dari pada pengetahuan ini adalah adanya pengaruh kosmis
terhadap manusia. Pada waktu seseorang dilahirkan, dia ada dalam posisi
tertentu terhadap benda-benda angkasa, jika sekiranya kita dapat mengenal
perbedaan-perbedaan mengenai soal ini ia juga akan dapat mengenal
perbedaan-perbedaan serta sifat-sifat khas orangnya, tetapi biasanya usaha yang
dilakukan tidak sejauh itu, dan orang-orang lebih kemudian secara tradisional
meniru saja yang dikatakan oleh orang sebelumnya, padahal realibilitas dan
validitas prinsip-prinsip yang telah ada belum diuji.
c.
Grafologi
Grafologi disebut juga dengan ilmu
tentang tulisan tangan. Sejarah tentang pengetahuan ini ada kesatuan pendapat
di antara para ahli. Pada umumnya orang berpendapat bahwa pengetahuan ini
adalah hasil dari pada abad XIX, namun ada juga bukti-bukti yang menunjukkan
bahwa sebelum itu telah ada orang yang memperhatikannya, misalnya Cammilo Baldo
(1622) dari Italia.
Hasil karangan/tulisan dalam lapangan
ini yang besar berasal dari abad XIX ialah Systeme de Graphologie karya
Abbe Michon, yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Crepiaux Jamin
dalam A B C de la Graphologie. Kini karangan-karangan dalam kajian ini
telah banyak, di antaranya yang dapat dipandang sebagai karya terbaik adalah Handschrift
und Character karya L. Klages.
Yang menjadi dasar pikiran dari grafologi
ini adalah segala gerakan yang dilakukan oleh manusia merupakan ekspresi dari
pada kehidupan jiwanya, jadi juga termasuk dalam hal ini yaitu gerakan menulis,
yaitu merupakan bentuk ekspresi kehidupan jiwa.
Kalau sekiranya orang dapat mengetahui keadaan khusus tulisan seseorang
dengan baik, berarti dia juga dapat mengenal keadaan khusus kepribadian
penulisnya.
d.
Phisiognomi
Phisiognomi atau ilmu tentang wajah
berusaha memahami kepribadian atas dasar keadaan wajahnya. Dasar pikiran untuk
mengusahakan pengetahuan ini adalah keyakinan bahwa ada hubungan antara keadaan
wajah dan kepribadian. Hal-hal yang tampak pada wajah dapat dipergunakan untuk
membuat interpretasi mengenai apa yang terkandung dalam jiwa.
Orang yang secara luas mengusahakan
tentang pengetahuan ini dan berhasil mempergunakannya secara baik adalah Johann
Casper Lavater (1741-1801), seorang pendeta di Zurich. Ia arsipkan dalam sebuah buku yang
berjudul Physiognomische Fragmente zur Bevorderung der Menchenkenntmiss und
Menschenliebe. Dalam buku tersebut menerangkan antara lain :
1).
Keadaan dahi dan kening adalah petunjuk untuk mengerti
kecerdasan seseorang.
2).
Hidung dan pipi adalah bagian yang dapat memberikan
tanda mengenai halus atau kasarnya perasaan seseorang.
3).
Mulut dan dagu dapat memberikan petunjuk tentang nafsu
makan, nafsu minum dan sebagainya
4).
Mata adalah bagian yang mencerminkan seluruh kehidupan
jiwa dan sebagainya.
Sewaktu masa hidupnya Lavater sebagai
seorang pendeta yang banyak bergaul dengan bermacam-macam kepribadian orang,
dan memang cakap mempergunakan pedoman-pedoman itu secara baik, akan tetapi
suksesnya disinyalir bukan hanya karena kelihaiannya dalam mengunakan pedoman
tersebut, melainkan karena ketajaman intuisinya.
e.
Phrenologi
Phrenologi yang disebut dengan ilmu
tentang tengkorak. Pengetahuan ini bermaksud memahami kepribadian atas dasar
keadaan tengkorak seseorang. Usaha ini telah dipersiapkan oleh lavater dan
mencapai bentuknya pada Franz Joseph Gall (1758-1828), seorang dokter bangsa
Jerman yang bersama-sama dengan G. Spurzheim (1776-1823) mengarang buku
mengenai anatomi dan fisiologi otak, yang merupakan karya penting pada
zamannya.
Dasar pemikiran dalam ajaran mereka
itu ialah bahwa tiap-tiap fungsi atau kecakapan masing-masing adalah pusatnya
dalam otak. Artinya jikalau salah satu atau lebih dari kecakapan itu keadannya
luar biasa, maka pusatnya di otak tersebut juga luar biasa besarnya. Akibatnya
bentuk tengkorak terubah oleh pusat yang membesar tersebut, sehingga ada
tonjolan-tonjolannya. Dengan mengukur secara teliti tonjolan-tonjolan tersebut akan
dapat ditarik kesimpulan tentang kecakapan-kecakapan atau sifat-sifat seseorang.
Kemudian phrenologi ini dikembangkan oleh Broccca.
f.
Onychologi
Onychologi disebut dengan ilmu tentang kuku. Dalam
pengetahuan onychologi ini berusaha memahami kepribadian seseorang berdasarkan
keadaan kuku-kukunya. Menurut pengetahuan ini kuku yang berada di ujung jari
itu mempunyai hubungan yang erat dengan susunan saraf, dengan cabang-cabangnya
yang terlalu halus berujung di pucuk-pucuk jari. Yaitu warna serta bentuk kuku
dapat dipakai sebagai landasan untuk mengenal kepribadian orangnya. Kemudian pengetahuan
ini dikembangkan oleh sekelompok ahli di Perancis yang dipelopori oleh Henry
Bouquet, Cartan Piere Giram dan Henry Mangin.
- Usaha-usaha yang lebih mendekati pada sifat ilmiah.
Penjelasan tentang uraian di atas, bahwa
dalam usaha-usaha yang satu dengan usaha-usaha lainnya memberikan kesan seakan-akan
terlepas, maka dalam usaha-usaha pembahasan ini nanti terdapat garis kesinambungan
yang nyata mengenai kontinuitas akan usaha-usaha tersebut.
a.
Ajaran tentang Cairan Badaniah
Ajaran tentang cairan badaniah ini,
yang kemudian menjadi sangat terkenal dan sangat besar pengaruhnya terhadap
ahli-ahli yang hadir setelahnya. Ajaran ini dirumuskan oleh Hippocrates dan
selanjutnya disempurnakan oleh Galenus.
1).
Pendapat Hippocrates
Hippocrates (460-370 SM) adalah
dikenal sebagai bapak ilmu kedokteran, karena itu tidak mengherankan kalau ia
membahas kepribadian manusia dari titik tolak kontitusional, yang terpengaruh
oleh kosmologi empedukles, yang menganggap bahwa alam semesta beserta isinya
tersusun dari empat inti dasar, yaitu tanah, air, udara dan api. Dengan
sifat-sifat yang didukungnya ialah kering, basah, dingin dan panas, maka
Hippocrates berpendapat bahwa dalam diri seseorang terdapat empat macam sifat yang
didukung oleh keadaan konstitusional yang berupa cairan-cairan yang ada dalam
tubuh orang itu, yaitu
a).
Sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning)
b).
Sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam)
c).
Sifat dingin terdapat dalam phlegma (lendir)
d).
Sifat panas terdapat dalam sanguis (darah)
Keempat cairan tersebut ada dalam
tubuh dan dalam proporsi tertentu. Apabila cairan-cairan tersebut adanya dalam
tubuh dan dalam proporsi selaras (normal) orangnya normal / sehat, sebaliknya
apabila keselarasan proporsi tersebut terganggu maka orangnya menyimpang dari
keadaan normal / sakit.
2).
Pendapat Galenus
Galenus (129-199 SM) menyempurnakan
ajaran Hippocrates tersebut dan membeda-bedakan kepribadian manusia atas dasar
keadaan proporsi campuran cairan-cairan tersebut. Galenus sependapat dengan
Hippocrates, bahwa di dalam tubuh manusia terdapat empat macam cairan, yaitu
a). chole, b). melanchole, c). phlegma, d). sanguis. Cairan-cairan tersebut
adanya dalam tubuh manusia secara teori dalam proporsi tertentu. Kalau suatu
cairan adanya dalam tubuh itu melebihi proporsi yang seharusnya (jadi dominan)
maka akan mengkibatkan adanya sifat-sifat kejiwaan yang kahs. Sifat-sifat
kejiwaan yang khas ada pada seseorang sebagai akibat dari pada dominannya salah
satu cairan badaniah itu oleh Galenus disebutnya dengan temperament. Jadi
dengan dasar pikiran yang telah dikemukakan itu sampailah Galenus kepada
penggolongan manusia menjadi empat tipe temperament, berdasar pada dominasi
salah satu cairan badaniahnya.
b.
Pengaruh ajaran Hippocrates dan Galenus
Ajaran Hippocrates yang kemudian
disempurnakan oleh Galenus itu tahan uji sampai berabad-abad, pendapat ini
diikuti oleh para ahli dalam kurun waktu yang sangat lama sekali walau ada dengan
variasi yang berbeda-beda. Bahkan sampai dewasa ini pengaruh itu masih sangat
terasa.
Lama-kelamaan latar belakang
kefilsafatnnya yaitu adanya kesatuan dalam seluruh kosmos, ditinggalkan dan
sebagai akibatnya terdapat adanya dua garis perkembangannya, yaitu ;
1).
Yang menekankan pentingnya kejasmanian, yaitu
teori-teori konstitusional
2).
Yang menekankan pentingnya segi kejiwaan, yaitu
teori-teori temperament
[1] Agus Sujanto, et. al., Psikologi
Kepribadian, (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2008), 10
[2] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,
(Badung: PT. Remaja Rosda Karya, 1996), 154
[3] Syamsu Yusuf dan Ahmad Juntika
Nurihsan, Teori Kepribadian. (Badung:
PT. Remaja Rosda Karya, 2007), 3 – 4., Bandingkan dengan Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 166 – 167.,
Bandingkan dengan Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UUM Press, 2007), 9
[4] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UUM Press, 2007), 8
[5] Sumadi
Suryabrata. Psikologi Kepribadian. (Jakarta : PT. Raja
Grafindo. 2003), 1
[6] Ibid.,
3 - 4
[7] Koeswara E., Teori-Teori
Kepribadian, (Bandung: Eresco, 1991), 4
[8] Sumadi
Suryabrata. Psikologi Kepribadian. (Jakarta : PT. Raja
Grafindo. 2003), 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar