SEKILAS PENGANTAR PSIKOLOGI
A. Pengertian
Psikologi
Dalam kehidupan sehari-hari kita
sering menemukan istilah jiwa, nyawa, ruh dan berbagai kata lain yang senada.
Jauh sebelumnya istilah itu juga telah begitu lekat dalam kosakata bahasa yang
dipergunakan dalam ragam budaya yang berbeda. Pembetukan istilah tersebut
menunjuk pada bentukan halus dalam diri manusia yang tidak terlihat dan hanya
dapat dirasakan, bentukan halus yang tidak tampak itu menimbulkan kesulitan
sendiri dalam memberikan pengertian yang tepat.
Secara etimologi, psikologi yang
diambil dari bahasa Inggris psychology yang berasal dari bahasa Yunani ‘psyche’
yang berarti jiwa (soul, mind) dan 'logos’ yang berarti ilmu ;
ilmu pengetahuan.[1] Dengan
demikian secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari
tentang jiwa.
Namun demikian, kata "jiwa"
bukanlah kata yang mudah dipahami begitu saja, sebab jiwa memiliki arti yang
beragam dan masih sangat kabur. Dalam kehidupan sehari-hari saat kita juga
sering mempertanyakan "apa itu jiwa ?" namun belum seorang pun yang
dapat menjelaskan makna jiwa yang tepat bias diterima oleh semua orang dan
disiplin ilmu.
Hal ini dapat dimengerti karena kata
jiwa sendiri memiliki padanan arti yang teramat beragam. Menurut Al Aqqad, dalam
tradisi pemikiran Yunani jiwa ditempatkan sebagai mata rantai ketiga dari unsur
psisis manusia setelah akal dan ruh. Para
filsuf Yunani membicarakan ketiga unsur ini dalam tingkatan kejernihan dan
kemuliaan, dimana akal (poictikos) menempati tempat pertama, karena pada
dasarnya esensi akal yang muthlak adalah Tuhan. Kemudian muncullah ruh yang
dekat dengan cahaya dan jiwa yang dekat dengan udara dan tanah. Kaitannya
dengan ini jiwa digolongkan sebagai bagian dari alam organik yang memiliki
sifat-sifat makhluk hidup, yaitu tumbuh dan berkembang. Jiwa pada tataran ini,
jiwa menjadi sinonim dengan "gerak hidup" atau kekuatan yang membuat
anggota-anggota badan menjadi hidup. Tingkat kemauan dan hasrat hidupnya lebih
tinggi dari pada makhluk tanpa ruh, tetapi lebih kecil dari ruh sendiri.
Selain itu jiwa dapat dikatakan juga sebagai
daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak yang menjadi penggerak dan pengatur
bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal
behavior) dari hewan tingkat tinggi hingga manusia. Sedangkan yang dimaksud
dengan perbuatan pribadi adalah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang
dimungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah dan sosial. Menurut Aristoteles,
jiwa disebut sebagai anima yang
terbagi dalam tiga macam jenis yaitu :[2]
1).
Anima Vegetativa, yaitu anima yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan
yang mempunyai kemampuan untuk makan, minum dan berkembang biak.
2).
Anima Sensitiva, yaitu anima yang terdapat dalam hewan. Anima ini
memiliki kemampuan seperti anima
vegetativa juga kemampuan untuk berpindah tempat, mempunyai nafsu, dapat
mengamati, mengingat dan merasakan.
3).
Anima Intelektiva, yaitu anima
yang terdapat dalam diri
manusia. Selain memiliki kemampuan seperti anima
sensitiva juga mempunyai kemampuan berpikir dan berkemauan.
Begitu beragamnya makna jiwa dan
penggunaannya dalam pembicaraan sehari-hari menyebabkan terjadinya kekaburan
arti. Akibatnya sering timbul perbedaan pendapat mengenai pengertian yang
berbeda, sesuai dengan minat, paradigma dan atau aliran masing masing.[3]
Meskipun hal itu tidak menyebabkan surutnya keinginan untuk memahami jiwa dalam
konteks makna yang lebih mendekati tentang psikologi, bahkan jauh sebelum
psikologi berdiri sendiri.
Sebelum psikologi sebagai ilmu
pengetahuan yaitu sebelum tahun 1879, psikologi dipelajari dalam cabang
filsafat dan ilmu faal (fisiologi). Filsafat sudah mempelajari gejala-gejala
kejiwaan sejak 500 atau 600 SM, yaitu melalui filsuf-filsuf Yunani kuno, di
antaranya Socrates (469-399 SM), Plato (423-347 SM) dan Aristoteles (384-322
SM) yang kemudian ajaran Aristoteles dilanjutkan oleh Thomas van Aquino
(1225-1274). Pada gerakan Renaisanse di Italia, misalnya Boccacio (1313-1375),
Petrarca (1304-1374), Leonardo da Vinci (1452-1519), Michelangelo (1475-1565),
Nicolaus Copernicus (1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630), Galileo Galilei
(1564-1643) dan Fancis bacon (1561-1623). Kemudian Faham Rasionalisme di
Perancis, misalnya Rene Descrates (1596-1650), filsuf ini pernah mendefinisi
bahwa ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu tentang kesadaran. Pada generasi
berikutnya Geroge Berkeley (1685-1753), filsuf Inggris ini mengemukakan
pendapat bahwa psikologi adalah ilmu tentang penginderaan (persepsi). Di pihak
lain para ahli ilmu faal, terutama para dokter yang mulai tertarik pada
masalah-masalah kejiwaan ini, pada saat bersamaan dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan di Negara-Negara Eropa berpendapat bahwa jiwa erat sekali
hubungannya dengan susunan sarat dan refleks. Di mulai dari Sir Charless Bell
(1774-1842, Inggris) dan Francis Magasic (1783-1855, Perancis) yang menentukan
tentang saraf-saraf sensorik (penginderaan) dan saraf-saraf motorik (yang
mempengaruhi gerak dan kelenjar-kelenjar), para ahli kemudian menentukan
berbagai hal antara lain pusat bicara di otak (Paul Brocca, 1824-1880, Jerman)
dan mekanisme refleks (Marshal Hall, 1790-1857, Inggris).[4]
Setelah penemuan-penemuan itu
timbullah definisi-definisi tentang psikologi yang mengaitkan tingkah laku
dengan refleks. Kemudian timbul pengertian refleks, selanjutnya berkembang
pengertian tingkah laku yang pada akhirnya menjadikan psikologi sebagai sebuah
ilmu tentang tingkah laku. Maka psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang tingkah laku manusia. Artinya apa yang hendak diselidiki
oleh psikologi adalah segala sesuatu yang dapat memberikan jawaban tentang apa
sebenarnya manusia itu, mengapa ia berbuat dan bertingkah laku, apa yang
mendorong ia berbuat dan bertingkah laku, apa maksud dan tujuan ia berbuat dan
bertingkah laku dan lain sebagainya.
Kemudian yang disebut dengan tingkah laku
di sini adalah kegiatan, tindakan, perbuatan manusia yang kelihatan maupun yang
tidak kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadari. Maka termasuk di
dalamnya cara berbicara, cara berjalan, cara berfikir, cara melakukan sesuatu,
cara berinteraksi dengan yang lain dan sebagainya.
Secara ringkas berikut ini dapat
dipaparkan beberapa sebagian dari pengertian psikologi yang dikemukakan oleh
para ahli, di antaranya sebagai berikut :[5]
1. Plato dan
Aristoteles berpendapat psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.
2. Morgan CT. King,
berpendapat psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan
hewan.
3. Roediger,
berpendapat bahwa psikologi dapat diartikan sebagai studi sistematis mengenai tingkah
laku dan kehidupan mental.
4. Mayer,
mengemukakan pendapat bahwa psikologi merupakan analisis ilmiah mengenai proses
mental dan struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia.
5. Clark
dan Miller, memberikan pendapat bahwa psikologi biasanya didefinisikan sebagai
studi ilmiah mengenai perilaku. Lingkupnya mencakup berbagai proses perilaku
yang dapat diamati, seperti gerak tangan, cara berbicara dan perubahan
kejiwaan, dan juga proses yang hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.
B. Obyek Psikologi
Dalam keterangan di atas dapat dikatakan
bahwa psikologi adalah ilmu yang berusaha menyelidiki manusia secara utuh,
karena sifat-sifat manusia sangat komplek dan unik, maka obyek daripada
psikologi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :[6]
1. Obyek Material, Yakni
obyek yang dipandang secara keseluruhannya. Maka obyek material dari psikologi
ini adalah manusia.
2. Obyek Formal, Yakni
jika dipandang menurut aspek mana yang dipentingkan dalam penyelidikan
psikologi itu. Dalam hal ini maka obyek formal daripada psikologi adalah tingkah
laku manusia secara utuh.
C. Macam-Macam
Psikologi
Secara sistematis macam-macam
psikologi dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu :[7]
1. Psikologi
Metafisik, yang menyelidiki tentang hakikat jiwa, seperti yang dilakukan oleh
Plato dan Aristoteles.
2. Psikologi
Empirik, yang menyelediki gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia
dengan menggunakan pengamatan, percobaan dan pengumpulan berbagai macam data
yang ada hubungannya dengan gejala-gejala kejiwaan manusia. Kemudian psikologi
empirik ini dapat di bagai lagi menjadi dua yaitu ;
a. Psikologi Umum,
yang menyelidiki atau mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia pada umumnya.
b. Psikologi
Khusus, yang menyelidiki atau mempelajari gejala-gejala manusia menurut
aspek-aspek tertentu sesuai dengan pandangan serta tujuannya. Dalam hal ini
psikologi khusus dibedakan menjadi dua bagian yaitu
1). Psikologi Murni, dalam hal ini dibagi menjadi
dua bagian yaitu
a). Psikologi Murni
yang lama, misalnya psikologi asosiasi, psikologi kemampuan dan lain-lain.
b).
Psikologi Murni yang baru, misalnya psikologi
analitas, psikologi totalitas dan lain-lain
2).
Psikologi
Terpakai, misalnya psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, psikologi pendidikan,
psikologi agama, psikologi sosial dan sebagainya.
D. Hubungan Psikologi
dengan ilmu-ilmu lain
Dalam uraian di atas telah dikatakan
bahwa obyek material dari psikologi ialah manusia, selain menjadi obyek kajian
psikologi, manusia juga menjadi obyek ilmu-ilmu yang lain. Berikut ini akan
diuraikan dengan singkat bagaimana hubungan antara psikologi dengan ilmu-ilmu
yang lain itu, terutama dengan antropologi, sosiologi dan fisiologi.[8]
1. Psikologi dan
Antropologi
Secara etimologis, antropologi berarti
ilmu tentang manusia, antropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Antropologi
sebagai ilmu yang masih muda (timbul antara perang dunia I dan II) mempunyai
perhatian terhadap semua cabang pengetahuan yang berhubungan dengan manusia,
yaitu manusia sebagai gejala biologis dan manusia sebagai makhluk sosial dan
budaya. Antropologi dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu antropologi fisik
dan antropologi kebudayaan.
Antropologi fisik berhubungan dengan
ciri-ciri fisik dari berbagai manusia di dunia (mempelajari bermacam-macam ras,
warna kulit, bentuk dan warna rambut, besar dan berat otak, ciri-ciri fisik
lainnya dan juga sifat-sifat intelektual dan emosional dari suatu kelompok
manusia).
Sedangkan antropologi kebudayaan
berhubungan dengan berbagai kebudayaan, kepribadian yang tipikal yang terdapat
dalam tiap kebudayaan, pengaruh-pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian
seseorang dan masyarakat. Seorang ahli antropologi memusatkan perhatiannya
terhadap berbagai ciri dari suatu kebudayaan tertentu, membandingkannya dengan
kebudayaan lain.
Maka apa yang diselidiki oleh
antropologi, sebenarnya juga banyak yang merupakan obyek dari psikologi.
Psikologi menyelidiki tingkah laku manusia sebagai individu. Untuk mengetahui
suatu individu tidak mungkin kita dapat melepaskan diri dari usaha mengetahui
bagaiamana kebudayaan masyarakat tempat individu itu hidup. Sebaliknya untuk
mengetahui kebudayaan tertentu sering kali diperlukan untuk mengetahui
bagaimana individu dalam masyarakat itu mengalami dan merasakannya.
Jadi, psikologi dan antropologi
keduanya menyangkut daerah dan masalah-masalah tertentu yang bersamaan,
keduanya saling isi-mengisi (suplementer). Perbedaan yang prinsipil hanyalah
terletak pada apa yang menjadi tekanannya. Psikologi menekankan pada individu,
sedangkan antropologi menekankan pada kelompok.
2. Psikologi dan
Sosiologi
Sosiologi adalah juga suautu ilmu
yang secara langsung berhubungan dengan tingkah laku manusia. Seperti halnya
dengan antropologi ia berhubungan dengan masalah manusia dalam kelompok,
masalah hubungan sosial manusia. Hanya biasanya sosiologi itu menyangkut hubungan
kelompok manusia yang lebih kecil, sedangkan antropologi mengenai kelompok
manusia yang luas/besar. Para ahli sosiologi
terutama memusatkan perhatiannya kepada tingkah laku kelompok. Ia mempelajari
pengaruh-pengaruh kelompok terhadap individu-individu yang termasuk ke dalam
kelompok itu. Sehingga yang dipelajari sosiologi terutama ialah hubungan sosial
manusia.
Sedangkan masalah-masalah sosial yang
diselidiki oleh sosiologi antara lain masalah-masalah kejahatan, kenakalan
anak-anak, perceraian, perkembangan dan perubahan sifat-sifat keluarga dan
sebagainya. Juga mengenai pengaruh tekanan-tekanan social terhadap kepribadian,
dan cara tekanan social itu mempengaruhi individu.
Setelah melihat apa yang menjadi
obyek sosiologi seperti tersebut di atas, tampak oleh kita bahwa ilmu
(psikologi dan sosiologi) ini pun mempunyai banyak persamaan. Perbedaannya
adalah psikologi menekankan pada person individu, mengapa individu bertingkah
laku seperti yang ia lakukan. Sedangkan sosiologi menekankan pada sifat-sifat
dan tingkah laku kelompok.
3. Psikologi dan
Fisiologi
Fisiologi adalah ilmu yang
mempelajari fungsi-fungsi berbagai organ yang ada dalam tubuh manusia (seperti
fungsi perut dan hati, limpa dan empedu) dan berbagai sistem peredaran (seperti
peredaran makan, peredaran darah, pengeluaran sisa-sisa pembakaran dan
sebagainya). Juga mempelajari bagaimana organ-organ dan sistem-sistem peredaran
itu berinteraksi satu sama lain.
Sedangkan yang dipelajari oleh
psikologi ialah mengenai personal individu itu sendiri. Individu sebagai
kesatuan antara jasmani dan rohani. Jadi meskipun psikologi menyelidiki
fungsi-fungsi jasmani, selalu dalam hubungan dengan
fungsi-fungsi/kegiatan-kegiatan rohani individu.
Kesimpulan
Perbedaan antara ilmu-ilmu yang
berhubungan seperti di uraikan di atas, bukanlah perbedaan yang sangat tegas
melainkan hanyalah perbedaan dalam tekanan masing-masing. Yaitu tidak mungkin
untuk menarik garis yang tegas yang membedakan antropologi dari sosiologi, atau
untuk memisahkan dengan tajam sosiologi dan psikologi, atau psikologi dari
fisiologi. Ketiganya saling berhubungan, Bantu membantu dan saling isi mengisi.
Juga dengan ilmu-ilmu yang lain lagi, seperti ilmu ekonomi, ilmu hokum, ilmu
pendidikan dan sebagainya.
Kemudian bagaimana hubungan antara
ilmu-ilmu yang telah diuraikan itu, dapat dilukiskan oleh Sertain sebagai
berikut :
melihat gambar di atas kiranya jelas bahwa tingkah laku manusia dalam arti luas adalah
merupakan lapangan yang sangat kompleks yang
tidak dapat diketahui dengan hanya
dari salah satu segi saja, salah satu ilmu
saja tidak dapat memonopoli informasi tentang
tingkah laku manusia itu.
[1] Abdurrahman
Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar ; Dalam Perspektif
Islam, (Jakarta:
Perdana Media, 2005), 2
[2] RBS. Fudyartanta, Psikologi Kepribadian Freudianisme,
(Yogyakarta: Zenith Publisher, 2005), 11
[3] Untuk
memamahi tentang paradigma atau aliran-aliran dalam psikologi (strukturalisme,
psikoanalisis, Gestalt dan behaviorisme)
lebih lanjut baca Alex Sobur, Psikologi
Umum : Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung:
Pustaka Setia, tt.) 103 - 126
[4] Abdurrahman
Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar ; Dalam Perspektif
Islam, (Jakarta:
Perdana Media, 2005), 3
[5] Ibid.,
4 – 5., Bandingkan dengan Alex Sobur,
Psikologi Umum : Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, tt), 32
[6] Ngalim
Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Badung: PT. Remaja Rosda Karya, 1996),
2 - 3., Bandingkan dengan Alex Sobur,
Psikologi Umum : Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, tt), 40 - 42
[7] Ibid., 3. Bandingkan dengan Agus Sujanto, et. al., Psikologi Kepribadian,
(Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2008), 1 - 2
[8] Ngalim
Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Badung: PT. Remaja Rosda Karya, 1996),
4 – 6., Bandingkan dengan Alex Sobur,
Psikologi Umum : Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, tt), 60 - 72
Tidak ada komentar:
Posting Komentar