Minggu, 10 Juni 2012

Pengantar Psikologi


SEKILAS PENGANTAR PSIKOLOGI
A.     Pengertian Psikologi
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan istilah jiwa, nyawa, ruh dan berbagai kata lain yang senada. Jauh sebelumnya istilah itu juga telah begitu lekat dalam kosakata bahasa yang dipergunakan dalam ragam budaya yang berbeda. Pembetukan istilah tersebut menunjuk pada bentukan halus dalam diri manusia yang tidak terlihat dan hanya dapat dirasakan, bentukan halus yang tidak tampak itu menimbulkan kesulitan sendiri dalam memberikan pengertian yang tepat.
Secara etimologi, psikologi yang diambil dari bahasa Inggris psychology yang berasal dari bahasa Yunani ‘psyche’ yang berarti jiwa (soul, mind) dan 'logos’ yang berarti ilmu ; ilmu pengetahuan.[1] Dengan demikian secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Namun demikian, kata "jiwa" bukanlah kata yang mudah dipahami begitu saja, sebab jiwa memiliki arti yang beragam dan masih sangat kabur. Dalam kehidupan sehari-hari saat kita juga sering mempertanyakan "apa itu jiwa ?" namun belum seorang pun yang dapat menjelaskan makna jiwa yang tepat bias diterima oleh semua orang dan disiplin ilmu.
Hal ini dapat dimengerti karena kata jiwa sendiri memiliki padanan arti yang teramat beragam. Menurut Al Aqqad, dalam tradisi pemikiran Yunani jiwa ditempatkan sebagai mata rantai ketiga dari unsur psisis manusia setelah akal dan ruh. Para filsuf Yunani membicarakan ketiga unsur ini dalam tingkatan kejernihan dan kemuliaan, dimana akal (poictikos) menempati tempat pertama, karena pada dasarnya esensi akal yang muthlak adalah Tuhan. Kemudian muncullah ruh yang dekat dengan cahaya dan jiwa yang dekat dengan udara dan tanah. Kaitannya dengan ini jiwa digolongkan sebagai bagian dari alam organik yang memiliki sifat-sifat makhluk hidup, yaitu tumbuh dan berkembang. Jiwa pada tataran ini, jiwa menjadi sinonim dengan "gerak hidup" atau kekuatan yang membuat anggota-anggota badan menjadi hidup. Tingkat kemauan dan hasrat hidupnya lebih tinggi dari pada makhluk tanpa ruh, tetapi lebih kecil dari ruh sendiri.
Selain itu jiwa dapat dikatakan juga sebagai daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi hingga manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan perbuatan pribadi adalah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang dimungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah dan sosial. Menurut Aristoteles, jiwa disebut sebagai anima yang terbagi dalam tiga macam jenis yaitu :[2]
1).    Anima Vegetativa, yaitu anima yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk makan, minum dan berkembang biak.
2).    Anima Sensitiva, yaitu anima yang terdapat dalam hewan. Anima ini memiliki kemampuan seperti anima vegetativa juga kemampuan untuk berpindah tempat, mempunyai nafsu, dapat mengamati, mengingat dan merasakan.
3).    Anima Intelektiva, yaitu anima yang terdapat dalam diri manusia. Selain memiliki kemampuan seperti anima sensitiva juga mempunyai kemampuan berpikir dan berkemauan.
Begitu beragamnya makna jiwa dan penggunaannya dalam pembicaraan sehari-hari menyebabkan terjadinya kekaburan arti. Akibatnya sering timbul perbedaan pendapat mengenai pengertian yang berbeda, sesuai dengan minat, paradigma dan atau aliran masing masing.[3] Meskipun hal itu tidak menyebabkan surutnya keinginan untuk memahami jiwa dalam konteks makna yang lebih mendekati tentang psikologi, bahkan jauh sebelum psikologi berdiri sendiri.
Sebelum psikologi sebagai ilmu pengetahuan yaitu sebelum tahun 1879, psikologi dipelajari dalam cabang filsafat dan ilmu faal (fisiologi). Filsafat sudah mempelajari gejala-gejala kejiwaan sejak 500 atau 600 SM, yaitu melalui filsuf-filsuf Yunani kuno, di antaranya Socrates (469-399 SM), Plato (423-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) yang kemudian ajaran Aristoteles dilanjutkan oleh Thomas van Aquino (1225-1274). Pada gerakan Renaisanse di Italia, misalnya Boccacio (1313-1375), Petrarca (1304-1374), Leonardo da Vinci (1452-1519), Michelangelo (1475-1565), Nicolaus Copernicus (1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630), Galileo Galilei (1564-1643) dan Fancis bacon (1561-1623). Kemudian Faham Rasionalisme di Perancis, misalnya Rene Descrates (1596-1650), filsuf ini pernah mendefinisi bahwa ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu tentang kesadaran. Pada generasi berikutnya Geroge Berkeley (1685-1753), filsuf Inggris ini mengemukakan pendapat bahwa psikologi adalah ilmu tentang penginderaan (persepsi). Di pihak lain para ahli ilmu faal, terutama para dokter yang mulai tertarik pada masalah-masalah kejiwaan ini, pada saat bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di Negara-Negara Eropa berpendapat bahwa jiwa erat sekali hubungannya dengan susunan sarat dan refleks. Di mulai dari Sir Charless Bell (1774-1842, Inggris) dan Francis Magasic (1783-1855, Perancis) yang menentukan tentang saraf-saraf sensorik (penginderaan) dan saraf-saraf motorik (yang mempengaruhi gerak dan kelenjar-kelenjar), para ahli kemudian menentukan berbagai hal antara lain pusat bicara di otak (Paul Brocca, 1824-1880, Jerman) dan mekanisme refleks (Marshal Hall, 1790-1857, Inggris).[4]
Setelah penemuan-penemuan itu timbullah definisi-definisi tentang psikologi yang mengaitkan tingkah laku dengan refleks. Kemudian timbul pengertian refleks, selanjutnya berkembang pengertian tingkah laku yang pada akhirnya menjadikan psikologi sebagai sebuah ilmu tentang tingkah laku. Maka psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia. Artinya apa yang hendak diselidiki oleh psikologi adalah segala sesuatu yang dapat memberikan jawaban tentang apa sebenarnya manusia itu, mengapa ia berbuat dan bertingkah laku, apa yang mendorong ia berbuat dan bertingkah laku, apa maksud dan tujuan ia berbuat dan bertingkah laku dan lain sebagainya.
Kemudian yang disebut dengan tingkah laku di sini adalah kegiatan, tindakan, perbuatan manusia yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadari. Maka termasuk di dalamnya cara berbicara, cara berjalan, cara berfikir, cara melakukan sesuatu, cara berinteraksi dengan yang lain dan sebagainya.
Secara ringkas berikut ini dapat dipaparkan beberapa sebagian dari pengertian psikologi yang dikemukakan oleh para ahli, di antaranya sebagai berikut :[5]
1.      Plato dan Aristoteles berpendapat psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.
2.      Morgan CT. King, berpendapat psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.
3.      Roediger, berpendapat bahwa psikologi dapat diartikan sebagai studi sistematis mengenai tingkah laku dan kehidupan mental.
4.      Mayer, mengemukakan pendapat bahwa psikologi merupakan analisis ilmiah mengenai proses mental dan struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia.
5.      Clark dan Miller, memberikan pendapat bahwa psikologi biasanya didefinisikan sebagai studi ilmiah mengenai perilaku. Lingkupnya mencakup berbagai proses perilaku yang dapat diamati, seperti gerak tangan, cara berbicara dan perubahan kejiwaan, dan juga proses yang hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.
B.     Obyek Psikologi
Dalam keterangan di atas dapat dikatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang berusaha menyelidiki manusia secara utuh, karena sifat-sifat manusia sangat komplek dan unik, maka obyek daripada psikologi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :[6]
1.      Obyek Material, Yakni obyek yang dipandang secara keseluruhannya. Maka obyek material dari psikologi ini adalah manusia.
2.      Obyek Formal, Yakni jika dipandang menurut aspek mana yang dipentingkan dalam penyelidikan psikologi itu. Dalam hal ini maka obyek formal daripada psikologi adalah tingkah laku manusia secara utuh.
C.     Macam-Macam Psikologi
Secara sistematis macam-macam psikologi dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu :[7]
1.      Psikologi Metafisik, yang menyelidiki tentang hakikat jiwa, seperti yang dilakukan oleh Plato dan Aristoteles.
2.      Psikologi Empirik, yang menyelediki gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia dengan menggunakan pengamatan, percobaan dan pengumpulan berbagai macam data yang ada hubungannya dengan gejala-gejala kejiwaan manusia. Kemudian psikologi empirik ini dapat di bagai lagi menjadi dua yaitu ;
a.       Psikologi Umum, yang menyelidiki atau mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia pada umumnya.
b.      Psikologi Khusus, yang menyelidiki atau mempelajari gejala-gejala manusia menurut aspek-aspek tertentu sesuai dengan pandangan serta tujuannya. Dalam hal ini psikologi khusus dibedakan menjadi dua bagian yaitu
1).      Psikologi Murni, dalam hal ini dibagi menjadi dua bagian yaitu
a).    Psikologi Murni yang lama, misalnya psikologi asosiasi, psikologi kemampuan dan lain-lain.
b).    Psikologi Murni yang baru, misalnya psikologi analitas, psikologi totalitas dan lain-lain
2).            Psikologi Terpakai, misalnya psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, psikologi pendidikan, psikologi agama, psikologi sosial dan sebagainya.
D.    Hubungan Psikologi dengan ilmu-ilmu lain
Dalam uraian di atas telah dikatakan bahwa obyek material dari psikologi ialah manusia, selain menjadi obyek kajian psikologi, manusia juga menjadi obyek ilmu-ilmu yang lain. Berikut ini akan diuraikan dengan singkat bagaimana hubungan antara psikologi dengan ilmu-ilmu yang lain itu, terutama dengan antropologi, sosiologi dan fisiologi.[8]
1.      Psikologi dan Antropologi
Secara etimologis, antropologi berarti ilmu tentang manusia, antropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Antropologi sebagai ilmu yang masih muda (timbul antara perang dunia I dan II) mempunyai perhatian terhadap semua cabang pengetahuan yang berhubungan dengan manusia, yaitu manusia sebagai gejala biologis dan manusia sebagai makhluk sosial dan budaya. Antropologi dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu antropologi fisik dan antropologi kebudayaan.
Antropologi fisik berhubungan dengan ciri-ciri fisik dari berbagai manusia di dunia (mempelajari bermacam-macam ras, warna kulit, bentuk dan warna rambut, besar dan berat otak, ciri-ciri fisik lainnya dan juga sifat-sifat intelektual dan emosional dari suatu kelompok manusia).
Sedangkan antropologi kebudayaan berhubungan dengan berbagai kebudayaan, kepribadian yang tipikal yang terdapat dalam tiap kebudayaan, pengaruh-pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian seseorang dan masyarakat. Seorang ahli antropologi memusatkan perhatiannya terhadap berbagai ciri dari suatu kebudayaan tertentu, membandingkannya dengan kebudayaan lain.
Maka apa yang diselidiki oleh antropologi, sebenarnya juga banyak yang merupakan obyek dari psikologi. Psikologi menyelidiki tingkah laku manusia sebagai individu. Untuk mengetahui suatu individu tidak mungkin kita dapat melepaskan diri dari usaha mengetahui bagaiamana kebudayaan masyarakat tempat individu itu hidup. Sebaliknya untuk mengetahui kebudayaan tertentu sering kali diperlukan untuk mengetahui bagaimana individu dalam masyarakat itu mengalami dan merasakannya.
Jadi, psikologi dan antropologi keduanya menyangkut daerah dan masalah-masalah tertentu yang bersamaan, keduanya saling isi-mengisi (suplementer). Perbedaan yang prinsipil hanyalah terletak pada apa yang menjadi tekanannya. Psikologi menekankan pada individu, sedangkan antropologi menekankan pada kelompok.
2.      Psikologi dan Sosiologi
Sosiologi adalah juga suautu ilmu yang secara langsung berhubungan dengan tingkah laku manusia. Seperti halnya dengan antropologi ia berhubungan dengan masalah manusia dalam kelompok, masalah hubungan sosial manusia. Hanya biasanya sosiologi itu menyangkut hubungan kelompok manusia yang lebih kecil, sedangkan antropologi mengenai kelompok manusia yang luas/besar. Para ahli sosiologi terutama memusatkan perhatiannya kepada tingkah laku kelompok. Ia mempelajari pengaruh-pengaruh kelompok terhadap individu-individu yang termasuk ke dalam kelompok itu. Sehingga yang dipelajari sosiologi terutama ialah hubungan sosial manusia.
Sedangkan masalah-masalah sosial yang diselidiki oleh sosiologi antara lain masalah-masalah kejahatan, kenakalan anak-anak, perceraian, perkembangan dan perubahan sifat-sifat keluarga dan sebagainya. Juga mengenai pengaruh tekanan-tekanan social terhadap kepribadian, dan cara tekanan social itu mempengaruhi individu.
Setelah melihat apa yang menjadi obyek sosiologi seperti tersebut di atas, tampak oleh kita bahwa ilmu (psikologi dan sosiologi) ini pun mempunyai banyak persamaan. Perbedaannya adalah psikologi menekankan pada person individu, mengapa individu bertingkah laku seperti yang ia lakukan. Sedangkan sosiologi menekankan pada sifat-sifat dan tingkah laku kelompok.
3.      Psikologi dan Fisiologi
Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi-fungsi berbagai organ yang ada dalam tubuh manusia (seperti fungsi perut dan hati, limpa dan empedu) dan berbagai sistem peredaran (seperti peredaran makan, peredaran darah, pengeluaran sisa-sisa pembakaran dan sebagainya). Juga mempelajari bagaimana organ-organ dan sistem-sistem peredaran itu berinteraksi satu sama lain.
Sedangkan yang dipelajari oleh psikologi ialah mengenai personal individu itu sendiri. Individu sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani. Jadi meskipun psikologi menyelidiki fungsi-fungsi jasmani, selalu dalam hubungan dengan fungsi-fungsi/kegiatan-kegiatan rohani individu.

Kesimpulan
Perbedaan antara ilmu-ilmu yang berhubungan seperti di uraikan di atas, bukanlah perbedaan yang sangat tegas melainkan hanyalah perbedaan dalam tekanan masing-masing. Yaitu tidak mungkin untuk menarik garis yang tegas yang membedakan antropologi dari sosiologi, atau untuk memisahkan dengan tajam sosiologi dan psikologi, atau psikologi dari fisiologi. Ketiganya saling berhubungan, Bantu membantu dan saling isi mengisi. Juga dengan ilmu-ilmu yang lain lagi, seperti ilmu ekonomi, ilmu hokum, ilmu pendidikan dan sebagainya.
Kemudian bagaimana hubungan antara ilmu-ilmu yang telah diuraikan itu, dapat dilukiskan oleh Sertain sebagai berikut :

 



    melihat gambar di atas kiranya jelas bahwa tingkah laku manusia dalam arti luas adalah

    merupakan lapangan yang sangat kompleks yang tidak dapat diketahui  dengan   hanya
    dari salah satu segi saja, salah satu ilmu saja tidak dapat memonopoli informasi tentang
    tingkah laku manusia itu.



[1] Abdurrahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar ; Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Perdana Media, 2005), 2
[2] RBS. Fudyartanta, Psikologi Kepribadian Freudianisme, (Yogyakarta: Zenith Publisher, 2005), 11
[3] Untuk memamahi tentang paradigma atau aliran-aliran dalam psikologi (strukturalisme, psikoanalisis, Gestalt  dan behaviorisme) lebih lanjut baca Alex Sobur, Psikologi Umum : Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, tt.) 103 - 126
[4] Abdurrahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar ; Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Perdana Media, 2005), 3
[5] Ibid., 4 – 5., Bandingkan dengan Alex Sobur, Psikologi Umum : Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, tt), 32
[6] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Badung: PT. Remaja Rosda Karya, 1996), 2 - 3., Bandingkan dengan Alex Sobur, Psikologi Umum : Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, tt), 40 - 42
[7] Ibid., 3. Bandingkan dengan Agus Sujanto, et. al., Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), 1 - 2
[8] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Badung: PT. Remaja Rosda Karya, 1996), 4 – 6., Bandingkan dengan Alex Sobur, Psikologi Umum : Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, tt), 60 - 72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar